Waroeng-Edukasi adalah sebuah blog bagi para insan pendidikan yang ingin berbagi ilmu dan informasi. Mengapa harus berbagi ilmu dan informasi? Pada dasarnya manusia hidup tidak seorang diri...manusia menjadi pintar juga bukan karena dirinya sendiri...pasti membutuhkan orang lain maupun sarana yang bisa dipakai atau digunakan.
Dengan dasar itulah, Waroeng-Edukasi hadir bagi kita semua...paling tidak bisa dijadikan tempat berbagi, khususnya di bidang Pendidikan dan IT. Anda bisa berperan untuk mengisi konten maupun informasi-informasi tentang Pendidikan dan IT (via e-mail: aguz3arzo@gmail.com), sekaligus bisa memanfaatkan atau mengambil dari yang sudah disediakan oleh Waroeng-Edukasi.
Selamat berbagi!!! GBU!

Budaya Organisasi Sekolah

BUDAYA dalam konteks organisasi disebut dengan budaya organisasi (organizational culture). Dalam konteks perusahaan, diistilahkan dengan budaya perusahaan (corporate culture), dan pada lembaga pendidikan/sekolah disebut dengan budaya sekolah (school culture). Tentu saja berbeda dengan kajian budaya antropologi sosial atau organisasi perusahaan, dalam organisasi sekolah fokusnya pada perilaku, sehingga memunculkan kajian perilaku organisasi (organizational behavior).

Sebagaimana diketahui, dalam suatu organisasi di samping terdapat hal-hal yang bersifat hard juga ada yang sifatnya soft. Aspek-aspek termasuk hard antara lain adalah: struktur organisasi, aturan-aturan, kebijakan, teknologi, dan keuangan. Hal- hal tersebut dapat diukur, dikuantifikasikan serta dikontrol dengan relatif mudah. Se-dangkan hal-hal yang soft adalah yang terkait dengan the human side of organizational (aspek manusiawi dalam organisasi), meliputi nilai-nilai, keyakinan, budaya, serta norma-norma perilaku (Owens, 1995: 81).

Pada latar sekolah, budaya organisasi sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, persepsi, pikiran-pikiran atau ide-ide, perilaku yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah dan diyakini oleh warga sekolah serta berfungsi sebagai suatu pedoman dalam memecahkan masalah-masalah di sekolah (Zamroni, 2003; Nasution, 1987). Karena dipengaruhi oleh visi dan misi serta tujuan, maka budaya sekolah bersifat unik. Walaupun sekolah itu sejenis, namun budayanya akan berbeda. Karena itu budaya sekolah disebut juga dengan sifat-sifat internal sekolah yang dapat membedakannya antara satu sekolah dengan lainnya.

Asumsi semula, kultur suatu bangsa diduga sebagai faktor penentu kualitas sekolah, namun berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini. Bukti terakhir dari hasil The Third International Math and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang dan Belgia sama-sama menempati ranking atas untuk mata pelajaran Matematika, padahal kultur kedua negara tersebut berbeda. Saatnyalah sekarang pengelola pendidikan lebih memfokuskan kultur sekolah sebagai faktor penentu prestasi sekolah. Ajakan Sergiovanni (1995) terhadap sekolah-sekolah Amerika pada waktu itu dengan statement: "Building The Charakter of Your School Culture. Perlu kita sambut.

Pendekatan konvensional peningkatan mutu pendidikan melalui penataran guru, penyediaan buku, pengadaan alat laboratorium, dan perbaikan gedung, tidak secara meyakinkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Bahkan beberapa penelitian yang berhasil di-review oleh Suryadi (1994) menyimpulkan bahwa penataran guru yang dilakukan selama ini sangat kecil, bahkan hampir tidak signifikan dampaknya terhadap prestasi belajar murid, apalagi jika diukur dari perbandingan biaya dan manfaat (efisiensi). Yang lebih penting sebenarnya jangan terlalu banyak membebani guru pada tugas-tugas administratif seperti kegiatan pembuatan laporan tahunan/tengah tahunan, rapat koperasi, mewakili sekolah dalam rapat panitia porseni, membuat isian blanko data guru dll., sehingga menyita waktu produktif guru, sedangkan persiapan mengajar, membaca buku dan sumber-sumber bacaan terabaikan.

Studi-studi tentang budaya sekolah yang di lansir oleh Zamroni (2003) menemukan bahwa kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi terhadap (a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, (b) sikap dan motivasi kerja guru, dan (c) produktivitas dan kepuasan kerja guru. Analisis kultur sekolah sebaiknya dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, budaya sekolah dapat dijelaskan melalui pola nilai-nilai, sikap, pikiran-pikiran, dan perilaku warga sekolah yang tercermin pada (a) motivasi berprestasi, (b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi warga sekolah, (c) pemahaman terhadap tujuan sekolah, (d) visi organisasi yang kuat, (e) partisipasi orang tua siswa, (f) kerjasama yang padu diantara guru.

Ragam Nilai dalam Budaya

Secara bahasa "keunggulan" berarti keadaan (lebih) unggul, keutamaan; kepandaian (kecakapan, kebaikan, kekuatan, dan sebagainya) lebih dari yang lain (Depdikbud, 2005). Dari pengertian tersebut, hakikat nilai keunggulan terletak pada adanya pembanding antara satu hal (kinerja, kemampuan, prestasi atau benda) yang satu lebih bernilai dari yang lain. Perbandingan dimaksud antara prestasi (kemampuan) seorang siswa dengan siswa lain, sekelompok siswa dengan kelompok yang lain, seorang/kelompok guru dengan guru yang lain, atau satu sekolah dengan sekolah lain.

Nilai keunggulan (excellence) ini termuat dalam dua bentuk yaitu, perilaku dan raga (fisik). Perilaku yang memuat nilai keunggulan adalah perilaku yang secara komparatif lebih baik (etis) serta lebih berhasil guna (utility) dibanding perilaku yang lain. Perilaku dimaksud dapat ditunjukkan dalam penguasaan berbagai hal (pengetahuan dan keterampilan). Pada bentuk fisik, nilai keunggulan termuat dalam benda yang lebih indah (estetis) atau lebih berguna dibanding yang lain. Dari segi statusnya, nilai keunggulan dapat dikategorikan sebagai nilai terminal (unggul itu sendiri memiliki nilai), sekaligus nilai instrumental (melalui keunggulan dapat dicapai hal-hal lain, seperti kebanggaan, hadiah, popularitas dan sebagainya.

Studi yang dilakukan Hariyadi (2004) terhadap tiga sekolah unggul di Salatiga menemukan ciri-ciri sekolah unggul sebagai berikut; (a) nilai prestasi dan persaingan, (b) nilai keefektifan, (c) kedisiplinan, (d) kemandirian, (e) prestise (kebanggaan). Prestasi dan persaingan merupakan dua nilai terpisah, namun keduanya dapat dipasangkan. Prestasi diukur dengan standar pencapaian, sedangkan persaingan diukur dengan membandingkan prestasi seorang anak dengan anak lain, atau satu sekolah dengan sekolah lain. Keefektifan terwujud dalam pelaksanaan kerja, baik siswa, guru maupun sekolah secara institusional. Keefektifan sekolah juga ditandai oleh kepemimpinan pengajaran yang kuat, fokus hasil belajar yang jelas, ekspektasi yang tinggi terhadap siswa, lingkungan yang nyaman dan teratur. Kedisiplinan, esensi nilai kedisiplinan terkait dengan ketepatan waktu dan kepatuhan terhadap tata tertib atau peraturan. Kemandirian, merupakan kemampuan serta keberanian mengambil keputusan dan siap menanggung risiko atas keputusannya. Dalam kehidupan individu atau kelompok, kemandirian tidak berarti isolasi, eksklusifisme, akan tetapi sebaliknya ia bercirikan keterbukaan, interdependensi, kepedulian, kerjasama dan harga diri. Prestise, nilai ini yang melekat dengan status, yaitu status sekolah yang memiliki reputasi, gengsi, dan nama baik. Siswa, orang tua, maupun guru menjadi bagian dari sekolah tersebut, maka dalam diri mereka juga merasa bangga terhadap reputasi sekolah.

Secara singkat, nilai utama yang memberikan sumbangan terbesar bagi budaya sekolah adalah nilai keunggulan. Nilai keunggulan telah meresap atau tercermin dalam citra diri (self image) seluruh warga sekolah, terutama para siswa dan guru. Dengan memiliki citra diri, mereka memiliki motivasi kerja yang tinggi untuk mempertahankan keunggulan yang diraih.


blogger templates | Make Money Online