Waroeng-Edukasi adalah sebuah blog bagi para insan pendidikan yang ingin berbagi ilmu dan informasi. Mengapa harus berbagi ilmu dan informasi? Pada dasarnya manusia hidup tidak seorang diri...manusia menjadi pintar juga bukan karena dirinya sendiri...pasti membutuhkan orang lain maupun sarana yang bisa dipakai atau digunakan.
Dengan dasar itulah, Waroeng-Edukasi hadir bagi kita semua...paling tidak bisa dijadikan tempat berbagi, khususnya di bidang Pendidikan dan IT. Anda bisa berperan untuk mengisi konten maupun informasi-informasi tentang Pendidikan dan IT (via e-mail: aguz3arzo@gmail.com), sekaligus bisa memanfaatkan atau mengambil dari yang sudah disediakan oleh Waroeng-Edukasi.
Selamat berbagi!!! GBU!

Kontroversi Mengenai UU BHP

Beberapa hari ini banyak sekali demo mahasiswa menolak UU BHP. Geliat demo mahasiswa terasa sampai ke penjuru tanah air. Lalu apa sebenarnya isi UU BHP dan bagaimana implementasinya di dunia pendidikan nasional kita? Berikut ringkasannya, semoga bermanfaat.

Fungsi BHP [pasal 2]:
memberikan pelayanan pelayanan formal kepada peserta didik

Tujuan BHP [pasal 3]:
memajukan satuan pendidikan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi

Versi Mahasiswa:
Mahasiswa menilai pengesahan RUU BHP menjadi UU merupakan upaya komersialisasi pendidikan. Akibatnya, pendidikan akan semakin mahal dan membebani masyarakat, terutama dari kalangan tidak mampu.

Mahasiswa juga memprotes ketentuan dalam UU BHP soal pembubaran badan hukum pendidikan, yang salah satunya karena dinyatakan pailit. Ini dinilai sebagai bukti sekolah akan dikelola seperti perusahaan.

Sementara itu, Aliansi Rakyat Tolak BHP menolak dengan alasan UU BHP menggunakan pendekatan ekonomi pasar bebas yang menganalogikan pendidikan sebagai komoditas ekonomi. Pemerintah dinilai hendak melepaskan tanggung jawab untuk memenuhi hak warga negara atas pendidikan.

Versi Anggota Dewan:

Ketua Komisi X DPR Irwan Prayitno membantah anggapan, UU BHP akan membuat pendidikan di Indonesia menjadi semakin tidak terjangkau. Peraturan ini justru diyakini bisa memberi perlindungan pada masyarakat untuk tidak lagi dipungut biaya pendidikan yang tinggi.

Fasli Jalal, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas:

Ada kewajiban dari BHP dan pemerintah untuk menyediakan beasiswa, bantuan biaya pendidikan, kredit pendidikan mahasiswa, dan pemberian pekerjaan kepada mahasiswa. Selain itu, BHP wajib menjaring dan menerima siswa berpotensi akademik tinggi dan kurang mampu secara ekonomi, sekurangnya 20 persen peserta didik baru.

Selengkapnya...

Peran Orangtua Membimbing Anak Menghadapi Dunia Pengajaran

KATA pendidikan selalu dipakai dalam dua arti: pendidikan (education, opvoeding) dan pengajaran (teaching, onderwijs).

Kita melihat, di TK masih pendidikan melulu, bahkan pengajaran dilarang. Di SD sudah ada pengajaran, seperti berhitung, menulis, membaca, sampai di kelas lima dan kelas enam sudah lebih banyak pengajaran daripada pendidikan. Di sekolah menengah (SLTP, SMU, dan SMK) hampir seluruhnya lebih ditekankan pada pengajaran. Pendidikan untuk menciptakan suasana belajar.

Oleh karena akhir-akhir ini, di mana-mana di dunia, kurikulum dan silabus di sekolah menengah begitu berat hingga tidak ada waktu untuk pendidikan, maka dikembangkan sebuah pedagogi baru yang menekankan pengajar harus mendidik para pelajar lewat mengajar (Lihat J Drost, SJ, Proses Pembelajaran sebagai Proses Pendidikan, Grasindo 1999).

Peran orangtua dalam membimbing adalah sebagai pendidik utama, termasuk membimbing anak menghadapi dunia persekolahan. Karena proses pembelajaran berlangsung lewat lembaga sekolah, bimbingan nyata dari orangtua ialah menyiapkan anak-anak untuk akhirnya masuk ke perguruan tinggi. Dan, saya kira, hanya untuk beberapa anak masuk dunia kerja. Namun, kepada mereka semua dituntut kedewasaan dan kemandirian yang sama.

Anak dibimbing, apa tujuannya?

Tujuan pendidikan (sama dengan bimbingan) dan pengajaran ialah membantu anak menjadi dewasa mandiri dalam kehidupan bermasyarakat. Anak mencapai kematangan, baik intelektual maupun emosional, untuk dapat menempuh belajar tersier (akademi atau profesional). Teras dari kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telah terbentuk. Ia mampu secara bebas menyampaikan pendapatnya dengan kritis. Ia mampu menilai kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa arus perasaan. Ia menjadi orang yang berkomitmen, berani melibatkan diri. Ia mempunyai rasa keterbilangan (sense of belonging). Ia menjadi manusia bebas; bebas memilih belajar, bebas memilih karier, bebas memilih cara hidup, bebas memilih teman hidup, bebas lepas dari bimbingan orangtua.

Itulah tujuan usaha orangtua. Kenyataan itu merupakan sesuatu yang paling berat bagi seorang ibu di mana pun di dunia ini.

Kembali kepada yang dibimbing. Anak adalah manusia muda yang akan didewasakan, bukan dewasa kecil yang akan dibesarkan. Let boys be boys and girls be girls, they are not small adult. Anak itu akan dibimbing orangtua menjadi pribadi dewasa dan mandiri, khususnya pada bidang menghadapi sekolah.

Seorang pembimbing harus mulai dengan mengenal siapa yang akan dibimbing, lalu menerimanya sebagaimana adanya. Itu berarti, secara nyata orangtua harus menerima anak mereka. Anak yang tidak diterima orangtua tidak dapat dibimbing menjadi seorang dewasa yang berbahagia. Anak perlu diterima apa adanya; entah pandai, entah biasa, entah lemah, terbuka atau tertutup, lasak atau pendiam, alim atau nakal. Anak itu lahir sebagai anak itu. Anak itu harus diterima, lalu dibentuk menjadi manusia dewasa. Kenyataan dan tuntutan itu akan menentukan cara dan bentuk bimbingan bagi anak untuk menghadapi pengajaran dan pendidikan di sekolah.

Demi lengkapnya bahasan saya, akan saya sebut beberapa kesalahan yang cukup sering dibuat orangtua:

* Menuntut TK mengajarkan berhitung dan membaca, dan menuntut SD mengajarkan bahasa Inggris.

* Menyuruh anak SD yang peringkatnya biasa-biasa saja mengikuti bimbingan belajar dan mencarikan guru les untuk meningkatkan peringkatnya.

* Memaksa anak TK dan SD masuk les musik dan tari, padahal anak tidak berbakat.

* Mencarikan anak SLTP guru-guru les supaya peringkatnya tinggi.

* Memaksa anak SLTP masuk SLTA yang terlalu berat.

Itu semua bentuk tidak menerima anak apa adanya. Anak bukan anak itu lagi, tetapi rekaan orangtua. Tidak lagi demi kebahagiaan anak, tetapi demi kepuasan orangtua. Itu bukan bimbingan, melainkan penggiringan.

Jadi, secara positif orangtua yang ingin membimbing anak menghadapi dunia persekolahan harus menerima apabila, misalnya, di SD anak tidak bisa menjadi juara sekolah. Anak dibantu, kalau bisa oleh ibunya sendiri, supaya anak tetap merasa kerasan di sekolah. Bukannya anak dituntut yang tidak-tidak, tetapi anak diberi semangat. Anak yang pandai tidak perlu lebih dipuji dan lebih dihargai daripada adiknya atau kakaknya yang tidak begitu pandai. Pada waktu masuk sekolah menengah, mohon pendapat kepada kepala sekolah mengenai potensi belajar anak. Anak dicarikan SLTP, dan lebih-lebih SLTA, yang sesuai dengan potensi belajar anak.

Itu semua tidak berarti bahwa bimbingan anak serba boleh. Sama sekali tidak. Bimbingan harus tegas. Yang dapat dan perlu dituntut harus dituntut. Anak pandai yang malas belajar jangan dibiarkan malas. Perlu tegas. Namun, kalau tetap malas, orangtua perlu menghubungi seorang ahli bimbingan dan konseling atau seorang psikolog untuk mengetahui ada masalah apa pada anak itu.

Bimbingan juga didasarkan atas kepercayaan pada anak, bukan atas kecurigaan. Bimbingan orangtua harus disesuaikan keadaan dan kemampuan nyata si anak. Yang pasti juga, apabila anak bersalah, anak tidak langsung dimarahi atau dihukum begitu saja.

Pola pendidikan yang tidak memberi kesempatan kepada anak untuk membuat kesalahan adalah pola pendidikan yang salah. Apabila karena setiap kesalahan anak langsung ditindak, itu berarti anak dididik menjadi penakut yang tidak pernah berani berinisiatif. Tunggu komando. Orang semacam itu tidak perlu bertanggung jawab karena hanya pembeo. Apabila anak salah, anak harus diberi tahu apa yang salah dan dibantu untuk memperbaiki kesalahannya. Dengan demikian, ia belajar dari kesalahan-kesalahannya. Namun, apabila setelah dibimbing ia tetap nekat membuat kesalahan, anak itu perlu ditindak.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa orangtua perlu menghargai pribadi seorang anak. Anak berhak memohon didekati penuh hormat. Anak pun memiliki hak-hak asasi dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat. Kendati masih amat bergantung pada orang lain, masih lemah, ia harus tetap diperlakukan sebagai seorang pribadi.

Apabila orangtua lupa akan hal itu, akan timbul banyak konflik karena patokan, kriteria, dan tolok ukur yang dipakai tidak cocok bagi si anak. Sering dilupakan, daripada memberi perintah, lebih baik orangtua mengajukan permintaan. Setelah anak menyelesaikan apa yang diminta, kepadanya orangtua mengucapkan terima kasih.

Sekarang ingin saya membicarakan unsur bimbingan yang lebih sukar dirumuskan. Seorang pelajar baru bisa berhasil di sekolah apabila ia kerasan di sekolah. Ia mengetahui bahwa nilai-nilai pada rapor hasil pekerjaannya dan tidak dikurangi karena nakal. Semua ulangan dikembalikan. Boleh protes. Tidak ada anak emas dan anak tiri. Guru-guru sungguh baik dan pandai sebagai guru. Sekolah baginya tempat yang aman. Kerasanlah dia. Kalau ini berlaku untuk sebuah sekolah, apalagi untuk rumah. Hanya anak yang benar-benar mengalami rumah, keluarga sebagai home, akan menerima bimbingan guna menghadapi dunia persekolahan. Dan ini berlaku pula untuk anak orang tua yang sudah mahasiswa. Sebab, apa ada mahasiswa dari Jakarta yang ada pondok di Depok hampir setiap malam pulang? Home, itu bukan sejumlah fasilitas yang mewah. Mereka kerasan karena merasa aman, merasa dilindungi, dan yang penting merasa dihargai, mengetahui bahwa pandangan dan pendapatnya didengar dan bisa diterima. Yang paling penting, orangtua merupakan pegangan hidup.

Wibawa ayah. Karena penuh respek terhadap istrinya yang ibunya anak-anaknya. Kebijaksanaan mencari penyelesaian apabila timbul beda pendapat mengenai sikap terhadap anak. Andalan dan tumpuan keluarga karena sikap tegas baik di rumah maupun dalam pekerjaannya. Terbuka terhadap anak yang sudah mulai besar mengenai masalah-masalah intern keluarga maupun dalam tugas dan usaha-usaha sehari-hari. Juga mengenai masalah keuangan. Wibawa ibu. Penuh hormat terhadap suaminya. Pencipta suasana. Penuh cinta, tetapi tetap tegas. Terbuka terhadap semua masalah anak, tetapi tidak permisif, semua serba boleh. Penuh perhatian, namun, yang perlu dituntut, memang dituntut. Tabah waktu penderitaan dan musibah melanda keluarga. Penanam sikap memperhatikan dan memedulikan orang lain.

Pendek kata, keluarga yang menghargai pribadi masing-masing. Kendati anak masih bergantung pada orangtua, ia harus diperlakukan sebagai pribadi. Pengalaman saya, makin memiliki home, sarang hangat, makin ia akan berhasil menyelesaikan semua tuntutan dari dunia persekolahan yang sesuai dengan kemampuan intelektual, bakat, dan minatnya.

J Drost Ahli Pendidikan, Tinggal di Semarang

Selengkapnya...

Budaya Organisasi Sekolah

BUDAYA dalam konteks organisasi disebut dengan budaya organisasi (organizational culture). Dalam konteks perusahaan, diistilahkan dengan budaya perusahaan (corporate culture), dan pada lembaga pendidikan/sekolah disebut dengan budaya sekolah (school culture). Tentu saja berbeda dengan kajian budaya antropologi sosial atau organisasi perusahaan, dalam organisasi sekolah fokusnya pada perilaku, sehingga memunculkan kajian perilaku organisasi (organizational behavior).

Sebagaimana diketahui, dalam suatu organisasi di samping terdapat hal-hal yang bersifat hard juga ada yang sifatnya soft. Aspek-aspek termasuk hard antara lain adalah: struktur organisasi, aturan-aturan, kebijakan, teknologi, dan keuangan. Hal- hal tersebut dapat diukur, dikuantifikasikan serta dikontrol dengan relatif mudah. Se-dangkan hal-hal yang soft adalah yang terkait dengan the human side of organizational (aspek manusiawi dalam organisasi), meliputi nilai-nilai, keyakinan, budaya, serta norma-norma perilaku (Owens, 1995: 81).

Pada latar sekolah, budaya organisasi sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, persepsi, pikiran-pikiran atau ide-ide, perilaku yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah dan diyakini oleh warga sekolah serta berfungsi sebagai suatu pedoman dalam memecahkan masalah-masalah di sekolah (Zamroni, 2003; Nasution, 1987). Karena dipengaruhi oleh visi dan misi serta tujuan, maka budaya sekolah bersifat unik. Walaupun sekolah itu sejenis, namun budayanya akan berbeda. Karena itu budaya sekolah disebut juga dengan sifat-sifat internal sekolah yang dapat membedakannya antara satu sekolah dengan lainnya.

Asumsi semula, kultur suatu bangsa diduga sebagai faktor penentu kualitas sekolah, namun berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur bangsa terhadap prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini. Bukti terakhir dari hasil The Third International Math and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa siswa dari Jepang dan Belgia sama-sama menempati ranking atas untuk mata pelajaran Matematika, padahal kultur kedua negara tersebut berbeda. Saatnyalah sekarang pengelola pendidikan lebih memfokuskan kultur sekolah sebagai faktor penentu prestasi sekolah. Ajakan Sergiovanni (1995) terhadap sekolah-sekolah Amerika pada waktu itu dengan statement: "Building The Charakter of Your School Culture. Perlu kita sambut.

Pendekatan konvensional peningkatan mutu pendidikan melalui penataran guru, penyediaan buku, pengadaan alat laboratorium, dan perbaikan gedung, tidak secara meyakinkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Bahkan beberapa penelitian yang berhasil di-review oleh Suryadi (1994) menyimpulkan bahwa penataran guru yang dilakukan selama ini sangat kecil, bahkan hampir tidak signifikan dampaknya terhadap prestasi belajar murid, apalagi jika diukur dari perbandingan biaya dan manfaat (efisiensi). Yang lebih penting sebenarnya jangan terlalu banyak membebani guru pada tugas-tugas administratif seperti kegiatan pembuatan laporan tahunan/tengah tahunan, rapat koperasi, mewakili sekolah dalam rapat panitia porseni, membuat isian blanko data guru dll., sehingga menyita waktu produktif guru, sedangkan persiapan mengajar, membaca buku dan sumber-sumber bacaan terabaikan.

Studi-studi tentang budaya sekolah yang di lansir oleh Zamroni (2003) menemukan bahwa kultur yang "sehat" memiliki korelasi yang tinggi terhadap (a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, (b) sikap dan motivasi kerja guru, dan (c) produktivitas dan kepuasan kerja guru. Analisis kultur sekolah sebaiknya dilihat sebagai bagian suatu kesatuan sekolah yang utuh. Artinya, budaya sekolah dapat dijelaskan melalui pola nilai-nilai, sikap, pikiran-pikiran, dan perilaku warga sekolah yang tercermin pada (a) motivasi berprestasi, (b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi warga sekolah, (c) pemahaman terhadap tujuan sekolah, (d) visi organisasi yang kuat, (e) partisipasi orang tua siswa, (f) kerjasama yang padu diantara guru.

Ragam Nilai dalam Budaya

Secara bahasa "keunggulan" berarti keadaan (lebih) unggul, keutamaan; kepandaian (kecakapan, kebaikan, kekuatan, dan sebagainya) lebih dari yang lain (Depdikbud, 2005). Dari pengertian tersebut, hakikat nilai keunggulan terletak pada adanya pembanding antara satu hal (kinerja, kemampuan, prestasi atau benda) yang satu lebih bernilai dari yang lain. Perbandingan dimaksud antara prestasi (kemampuan) seorang siswa dengan siswa lain, sekelompok siswa dengan kelompok yang lain, seorang/kelompok guru dengan guru yang lain, atau satu sekolah dengan sekolah lain.

Nilai keunggulan (excellence) ini termuat dalam dua bentuk yaitu, perilaku dan raga (fisik). Perilaku yang memuat nilai keunggulan adalah perilaku yang secara komparatif lebih baik (etis) serta lebih berhasil guna (utility) dibanding perilaku yang lain. Perilaku dimaksud dapat ditunjukkan dalam penguasaan berbagai hal (pengetahuan dan keterampilan). Pada bentuk fisik, nilai keunggulan termuat dalam benda yang lebih indah (estetis) atau lebih berguna dibanding yang lain. Dari segi statusnya, nilai keunggulan dapat dikategorikan sebagai nilai terminal (unggul itu sendiri memiliki nilai), sekaligus nilai instrumental (melalui keunggulan dapat dicapai hal-hal lain, seperti kebanggaan, hadiah, popularitas dan sebagainya.

Studi yang dilakukan Hariyadi (2004) terhadap tiga sekolah unggul di Salatiga menemukan ciri-ciri sekolah unggul sebagai berikut; (a) nilai prestasi dan persaingan, (b) nilai keefektifan, (c) kedisiplinan, (d) kemandirian, (e) prestise (kebanggaan). Prestasi dan persaingan merupakan dua nilai terpisah, namun keduanya dapat dipasangkan. Prestasi diukur dengan standar pencapaian, sedangkan persaingan diukur dengan membandingkan prestasi seorang anak dengan anak lain, atau satu sekolah dengan sekolah lain. Keefektifan terwujud dalam pelaksanaan kerja, baik siswa, guru maupun sekolah secara institusional. Keefektifan sekolah juga ditandai oleh kepemimpinan pengajaran yang kuat, fokus hasil belajar yang jelas, ekspektasi yang tinggi terhadap siswa, lingkungan yang nyaman dan teratur. Kedisiplinan, esensi nilai kedisiplinan terkait dengan ketepatan waktu dan kepatuhan terhadap tata tertib atau peraturan. Kemandirian, merupakan kemampuan serta keberanian mengambil keputusan dan siap menanggung risiko atas keputusannya. Dalam kehidupan individu atau kelompok, kemandirian tidak berarti isolasi, eksklusifisme, akan tetapi sebaliknya ia bercirikan keterbukaan, interdependensi, kepedulian, kerjasama dan harga diri. Prestise, nilai ini yang melekat dengan status, yaitu status sekolah yang memiliki reputasi, gengsi, dan nama baik. Siswa, orang tua, maupun guru menjadi bagian dari sekolah tersebut, maka dalam diri mereka juga merasa bangga terhadap reputasi sekolah.

Secara singkat, nilai utama yang memberikan sumbangan terbesar bagi budaya sekolah adalah nilai keunggulan. Nilai keunggulan telah meresap atau tercermin dalam citra diri (self image) seluruh warga sekolah, terutama para siswa dan guru. Dengan memiliki citra diri, mereka memiliki motivasi kerja yang tinggi untuk mempertahankan keunggulan yang diraih.


Selengkapnya...

E-Learning: di Era Informasi

Apa itu e-learning

Marc J. Rosenberg, seorang pakar e-learning nomor satu di dunia, menyebut e-learning sebagai "the use of Internet technologies to deliver a broad array of solutions that enhance knowledge and performance", atau "Penggunaan teknologi Internet untuk menyampaikan berbagai macam solusi untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja". Jadi e-learning ini mengacu pada kegiatan pembelajaran atau transfer informasi dan skill dengan menggunakan media Internet dan/atau Teknologi Informasi (TI) secara umum.

Sebagian dari kita mungkin sudah pernah melakukan pencarian informasi, membaca artikel, melihat sebuah demo aplikasi, atau berpartisipasi dalam diskusi melalui internet. Secara tidak langsung apa yang telah kita lakukan tersebut merupakan sebagian kecil aktivitas-aktivitas e-learning. Bila Anda sedang menggunakan aplikasi Microsoft Word lalu Anda membuka menu "Help" untuk mencari sesuatu yang anda tidak mengerti dan belajar dari sana, maka Anda juga sudah melakukan aktivitas e-learning dalam bentuk yang paling sederhana.

Anda mungkin juga pernah menjumpai bentuk materi pelajaran atau pelatihan yang dikemas dalam suatu program aplikasi, yang disusun dengan desain instruksi khusus, dengan menggunakan animasi, simulasi serta tampilan dan navigasi yang menarik, yang disampaikan melalui Internet. Ini juga adalah salah satu bentuk materi e-learning yang lebih kompleks.

Jadi, secara tidak langsung, kita sebenarnya telah mengenal dan mempraktekan e-learning. Akan tetapi, e-learning dalam suatu organisasi bukan sekedar menyediakan akses Internet, mempunyai website, atau membeli materi-materi interaktif, akan tetapi e-learning sebagai bagian yang terintegrasi dengan program pelatihan organisasi Anda, adalah perpaduan dari perubahan cara pandang, kultur belajar, sistem manajemen pembelajaran, materi pelatihan dan manajemen sumber daya manusia di organisasi Anda.

Fenomena E-learning

Di negara maju, penggunaan e-learning saat ini benar-benar telah menjadi suatu fenomena yang luar biasa, sampai-sampai John Chambers, CEO dari Cisco Systems mengatakan bahwa e-learning adalah "the next killer application" atau aplikasi besar berikutnya.

Perusahaan-perusahaan dunia telah banyak yang mengadopsi penggunaan e-learning untuk para karyawannya. Survey yang diadakan oleh ASTD (American Society for Training & Development) di tahun 2004 mengungkapkan bahwa hampir 60% perusahaan di Amerika telah atau mulai mengimplementasikan e-learning di perusahaan mereka. Bayangkan pesatnya kemajuan e-learning ini, mengingat bahwa e-learning ini masih seumur jagung saja.

Tidak hanya di organisasi bisnis, e-learning juga telah melanda dunia akademis. Di Amerika Serikat sendiri, e-learning telah digunakan di hampir 90% universitas yang memiliki lebih dari 10,000 siswa. Gerhard Casper, presiden dari Stanford University di AS, juga menyatakan yakin bahwa dalam waktu sepuluh tahun ke depan, pendidikan akan berganti dari pendidikan di kelas ke pendidikan online.

Di Indonesia, e-learning sudah mulai diterapkan oleh beberapa perusahaan dan akademis. Contohnya Bank Mandiri telah meluncurkan Learning Management System (LMS) dan pelajaran-pelajaran e-learning untuk melatih sekitar 18 ribu orang karyawannya yang tersebar di hampir 700 kantor cabang. Selain itu PT. SAP Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia dan IBM Indonesia juga telah menerapkan e-Learning untuk mengembangkan sumber daya manusia mereka.

Keunggulan e-Learning

Mengapa e-learning dapat diterima dan diadopsi dengan begitu cepatnya? Tentu saja kemajuan penggunaan e-learning dimotivasi oleh kelebihan dan keunggulan yang bisa diperoleh:

  • Pengurangan biaya. E-learning dapat mengurangi biaya pelatihan, karena untuk melatih karyawan dalam jumlah besar, perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya kelas, biaya untuk pelatih, biaya transportasi, dan berbagai macam biaya lainnya.
  • Fleksibilitas. Dapat belajar kapan dan dimana saja, selama si karyawan terhubung dengan Internet.

  • Personalisasi. Karyawan dapat belajar sesuai dengan kemampuan belajar mereka. Bila karyawan belum mengerti, maka ia dapat memperlambat penjelasan atau mengulang suatu pelajaran. Bila seorang siswa dapat mengerti dengan cepat, maka ia dapat menyelesaikan pelajaran tersebut dengan lebih cepat

  • Standardisasi. Standardisasi kualitas pengajaran. Setiap pelatih di kelas cenderung memiliki cara mengajar, materi presentasi dan penguasaan materi yang berbeda sehingga kualitas pengajaran yang didapat pun tidak konsisten. Akan tetapi, e-learning mampu meminimalkan perbedaan cara mengajar dan materi, sehingg memberikan standard kualitas yang lebih konsisten.

  • Efektivitas. Efektivitas pelajaran melalui metoda e-learning umumnya meningkat. Suatu studi oleh J.D. Fletcher menunjukkan bahwa tingkat retensi dan aplikasi dari pelajaran melalui metoda e-learning meningkat sebanyak 25% dibandingkan pelatihan yang menggunakan cara tradisional.

  • Kecepatan. Kecepatan distribusi materi pelajaran akan meningkat, karena pelajaran tersebut dapat dengan cepat disampaikan melalui Internet. Keuntungan ini sangat cocok sekali untuk kondisi geografis Indonesia, dimana suatu perusahaan atau organisasi dapat memiliki kantor-kantor cabang di berbagai daerah yang berjauhan.

Hambatan dan Keterbatasan e-Learning

Di dalam penerapannya di Indonesia, e-learning juga memiliki beberapa keterbatasan dan kendala yang harus diwaspadai, seperti sebagai berikut

  • Investasi. Walaupun e-learning pada akhirnya dapat menghemat biaya pelatihan, akan tetapi memerlukan investasi yang sangat besar pada permulaannya. Sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kerugian besar. Investasi ini dalam bentuk kapital atau pun sumber daya manusia,
  • Budaya. Pemanfaatan e-learning membutuhkan budaya belajar mandiri dan kebiasaan untuk belajar atau mengikuti pelatihan melalui komputer, dimana hal ini baru dimiliki oleh sebagian kecil sumber daya manusia kita. Oleh karena itu, change management yang handal sangat diperlukan untuk menjamin kesuksesan penerapan e-learning ini

  • Teknologi dan Infrastruktur. E-learning membutuhkan perangkat komputer, jaringan yang handal, dan teknologi yang tepat. Akan tetapi, ketersediaaan infrastruktur dan teknologi ini masih belum memadai bagi beberapa perusahaan.

  • Desain Materi. Penyampaian materi dalam bentuk e-learning, tentu berbeda dengan penyampaian materi dalam training konvesional. Penyampain materi melalui e-learning perlu dikemas dalam bentuk yang learner-centric. Saat ini masih sangat sedikit instructional designer yang berpengalaman dalam membuat suatu paket pelajaran e-learning yang memadai.

Seringkali hambatan dan keterbatasan e-learning tersebut membuat implementasi e-learning di Indonesia berjalan dengan sangat lamban. Bahkan, tidak jarang hambatan tersebut membawa perusahaan pada kegagalan implementasi yang merugikan perusahaan jutaan dollar atau miliaran rupiah.

Walaupun terdapat keterbatasan dan hambatan di Indonesia, penerapan e-learning di dunia, termasuk di negara tetangga terus melaju pesat. Para praktisi pelatihan di dunia sudah tidak meragukan akan meledaknya penggunaan e-learning di dunia, mereka hanya tinggal menunggu waktunya. Semua perusahaan-perusahaan kelas dunia telah bergerak ke arah e-learning ini.

Written by Empy Effendi

Selengkapnya...

Faktor-Faktor dalam Proses Belajar

Faktor Internal

Faktor-faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:

A. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, fungsi fisiologis/jasmani. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.

B. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.

Kecerdasan/Inteligensia Siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun, otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ lain, karena fungsi otak adalah sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar.

Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasi mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi Instrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Contohnya, seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Motivasi Ekstrinsik adalah semua faktor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya. Kurangnya respon dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

Minat

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, minat memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan minat belajar siswa ada banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya adalah dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan.

Sikap

Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk memberi reaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran atau lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru berperan dan berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.

Bakat

Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.


Faktor Eksternal

Faktor-faktor ekternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:

A. Faktor Lingkungan Sosial

Meliputi lingkungan sosial sekolah (guru, administrasi, teman-teman sekelas), lingkungan sosial masyarakat (tempat tinggal siswa), Lingkungan sosial keluarga (Ketegangan di dalam keluarga, sifat-sifat orang tua, pengelolaan keluarga). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

B. Faktor Lingkungan NonSosial

Meliputi faktor lingkungan alamiah (kondisi udara segar, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau bahkan tidak terlalu gelap, dll ), faktor instrumental (perangkat belajar seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, kurikulum, peraturan sekolah, buku panduan, dll), faktor materi pelajaran (bahan yang akan diajarkan ke siswa, hendaknya sesuai dengan usia perkembangan, metode dan kondisi siswa). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

Selengkapnya...

Apa Sih Belajar itu???

Hakikat Belajar

Belajar merupakan proses menusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, ketrampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Pada waktu bayi, seorang bayi menguasai ketrampilan-ketrampilan yang sederhana, seperti memegang botol dan mengenal orang-orang disekelilingnya. Ketika menginjak masa anak-anak dan remaja, sejumlah sikap, nilai dan ketrampilan berinteraksi social dicapai sebagai kompetensi. Pada saat dewasa, individu diharapkan telah mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu dan ketrampilan-ketrampilan fungsional lainnya, seperti mengendarai kendaraan atau mobil, berwiraswasta dan menjalin kerja sama dengan orang lain.

Pengertian Belajar

Menurut Hilgrad dan Bower, belajar (to learn) memiliki arti: 1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fixin the mind or memory; 3) to acquire trough experience; 4) to become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.

Menurut Cronbach, "Learning is shown by change in behavior as result of experience". Belajar yang terbaik adalah melalui pengalaman. Dengan pengalaman tersebut pelajar menggunakan seluruh pancaindranya. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Spears (1955), yang menyatakan bahwa, "Learningis to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction". Morgan dan kawan-kawan (1986), manyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman.

Ciri-Ciri Belajar
  • Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil.
  • Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti, bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah.
  • Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial.
  • Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman.
  • Pengalaman atau latihan dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.

Prinsip-Prinsip Belajar

  • Apapun yang dipelajari oleh siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang bertindak aktif.
  • Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya.
  • Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapatkan penguatan langsung pada setiap langkah selama proses belajar berlangsung.
  • Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar lebih berarti.
  • Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

Selengkapnya...

blogger templates | Make Money Online